- Back to Home »
- Rohani »
- Jadilah Golongan yang Selamat!
PERNAH suatu ketika Rasulullah bersabda kepada para sahabat tentang
akan terpecahnya ummatnya sebagaimana berpecahnya ummat-ummat
sebelumnya.
Dari perpecahan tersebut hanya satu
golongan yang masuk surga. Ini dijelaskan dalam hadits shahih riwayat
Abu Hurairah yang berbunyi, "Yahudi telah berpecah belah ke dalam 71
atau 72 golongan. Nasrani pun telah berpecah belah ke dalam 71 atau 72
golongan dan umatku akan berpecah menjadi 73 golongan." (HR Abu Dawud di
dalam Sunannya, bab As-Sunnah, Bab Syarhussunnah).
Ada
juga hadits lain dari Auf bin Malik, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Yahudi telah berpecah menjadi 71 golongan, satu golongan di surga dan
70 golongan di neraka. Dan Nashara telah berpecah belah menjadi 72
golongan, 71 golongan di neraka dan satu di surga. Dan demi Allah yang
jiwa Muhammad ada dalam tangan-Nya, ummatku ini pasti akan berpecah
belah menjadi 73 golongan, satu golongan di surga dan 72 golongan di
neraka." Lalu beliau ditanya: "Wahai Rasulullah siapakah mereka ?"
Beliau menjawab: "Al Jamaah." (Sunan Ibnu Majah).
Defenisi
sederhana arti ‘Al Jamaah’ adalah jalan hidup yang telah dilalui oleh
Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassalam dan para sahabatnya dalam hal aqidah
dan amal. Ini artinya, golongan yang selamat adalah mereka yang secara
aqidah dan amalan mengikuti Rasulullah SAW dan para sahabat. Sedang
golongan yang masuk neraka adalah yang menyimpang dari jalan tersebut.
Dalam
perjalanan peradaban Islam telah muncul bebagai macam aliran dan
golongan dalam Islam. Di antara golongan yang menisbatkan dirinya kepada
Islam ada yang sesat di dalam bab tauhidullah dan asma serta sifat-Nya.
Mereka meyakini bahwa sesungguhnya semua yang ada adalah Allah atau
bahwa Allah menyatu dalam diri makhluk.
Pendapat
seperti ini banyak diikuti oleh kaum sufi. Dalam tingkatan tertentu
mereka mengaku dirinya menyatu dengan Allah sebagaimana pengakuan Mansur
al Hallaj dan Syeikh Siti Jenar. Al-Halaj menggemparkan Baghdad dengan
dengan ucapan esoteriknya: “Ana al-Haqq” (Akulah kebenaran). Sementara
Syeikh Siti Jenar menggemparkan Pulau Jawa dengan paham `Manunggaling
kawula gusti'. Karena paham tersebut, keduanya dihukum mati oleh para
ulama di jamannya. Alasannya, keduanya telah menganut paham hulul, yaitu
kepercayaan Persia Kuno yang meyakini bahwa Tuhan dapat menjelma dalam
tubuh manusia. Paham ini dikenal pula dengan teologi phantaisme. Ini
sama dengan ajaran Paulus yang merusak ajaran tauhid Nabi Isa dengan
ajaran Trinitas-nya. Dalam ajaran Trinitas disebutkan bahwa Tuhan telah
menjelma dalam diri Yesus.
Paham seperti ini jelas
ditolak oleh Islam karena tidak sesuai dengan ajaran para Nabi.
Rasulullah sendiri yang lebih “sufi” tidak pernah mengucapkan kata
seperti itu. Bahkan dengan tegas mengatakan bahwa beliau adalah manusia
seperti kita, namun mendapat wahyu. “Sesungguhnya aku adalah manusia
seperti kamu yang diberi wahyu.” (Al Kahfi 110).
Jadi
ajaran Al-Halaj dan Syeikh Siti Jenar menyalahi tuntunan aqidah
Rasulullah. Ajaran Rasulullah yaitu bahwa Allah berada di atas langit,
tegak (istawa) di atas Arsy-Nya dan terpisah dari makhluk-Nya. Karena
itu kita hendaknya hati-hati dengan ajaran-ajaran sufi yang tidak
berlandas pada Al Qur’an dan hadits. Imam Syafi’i berkata: “Orang yang
paginya belajar sufi, maka sore harinya menjadi dungu.”
Kemudian
di antara golongan itu ada pula yang sesat dalam bab iman. Mereka
mengeluarkan amal dari iman dan mengatakan bahwa iman tidak bertambah
ataupun berkurang sebagaimana pendapat Khawarij dan Mu’tazilah. Padahal
yang benar adalah iman itu ucapan dan amalan, bertambah dengan ketaatan
dan berkurang karena kemaksiatan.
Dalam al-Qur’an Allah
berfirman yang artinya: “Dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka
itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya
orang-orang yang diberi Al-Kitab yakin dan supaya orang-orang yang
beriman bertambah imannya". (Al-Mudatstsir: 31).
Kemudian
dalam ayat lain disebutkan: “Dan apabila diturunkan suatu surat, maka
diantara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata : 'Siapa di
antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini ?' Adapun
orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka
merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada
penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping
kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir."
(At-Taubah : 124-125).
Rasulullah bersabda sebagaimana
diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, yang
berbunyi: "Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang
lebih, yang paling utama adalah ucapan "la ilaha illallahu" dan yang
paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (kotoran) dari tengah
jalan, sedang rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman." (HR.
Muslim, 1/63)
Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah pernah
ditanya tentang keimanan apakah bisa bertambah dan berkurang, beliau
menjawab: “Iman bertambah sampai puncak langit yang tujuh dan berkurang
sampai kerak bumi yang tujuh.” Beliau juga berkata: “Iman itu ucapan dan
amalan, bertambah dan berkurang. Apabila engkau mengamalkan kebajikan
maka ia bertambah dan apabila engkau menyia-nyiakannya maka ia pun akan
berkurang.”
Ada pula golongan yang sesat dengan
mengeluarkan orang yang melakukan dosa besar dari Islam (dianggap
kafir-pent.) dan memvonisnya sebagai orang yang kekal di dalam neraka.
Paham seperti ini diyakini oleh golongan Khawariz. Padahal yang benar,
pelaku dosa besar -selain syirik dan kufur besar- tidak mengeluarkan
mereka dari Islam.
Orang Islam yang berbuat dosa besar
dan maksiat dikatakan tidak sempurna imannya. Ia disebut fasiq akibat
dosa besar yang ia lakukan, namun ia tidak keluar dari keimanan. Allah
Ta’ala berfirman, “Dan jika ada 2 golongan dari orang- orang mukmin
berperang maka damaikanlah antara keduanya. Sesungguhnya orang -orang
mukmin bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu.” (QS
Al Hujurat : 10) Allah SWT menyebut dua kelompok yang saling berperang
sebagai saudara meskipun kedua kelompok tersebut melakukan dosa besar
dan juga kepada kelompok yang ketiga yaitu kelompok yang mengishlah
keduanya.
Di antara mereka ada pula yang sesat dalam
hal qadha' dan qadar. Mereka mengatakan bahwa manusia dipaksa terhadap
amal-amalnya. Padahal yang benar adalah bahwa manusia itu mempunyai
kehendak dan keinginan, oleh karena itu dia akan dihisab dan akan
memikul akibat dari perbuatannya.
Di antara golongan
itu ada yang sesat dalam bab al-Quran. Mereka mengatakan bahwa al-Quran
adalah makhluk. Paham ini diyakini oleh kaum Mu’tajzila. Padahal yang
benar Al-Quran itu Kalam Allah yang diturunkan dan bukan makhluk.
Di
antara mereka ada pula yang sesat dalam bab sahabat. Mereka
mengkafirkan para sahabat dan mencelanya. Sikap seperti ini dilakukan
oleh kaum Syi’ah. Padahal para sahabat adalah orang-orang mulia yang
disayangi Rasulullah. Mereka hidup ketika wahyu diturunkan. Merekalah
orang yang paling berilmu dan paling taat beribadah di kalangan ummat
ini. Mereka berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad dan
Allah menolong dien ini dengan mereka dan Allah telah ridha kepada
mereka.
Itulah ciri-ciri golongan yang menyimpang dari
Islam dan mengada-adakan kebid'ahan dalam dienullah dengan rasa bangga.
Mereka telah menelusuri jalan syetan yang menyimpang dari firman Allah:
"Dan sesungguhnya inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah jalan ini dan
janganlah kalian mengikuti jalan-jalan lain lalu kalian akan berpisah
dari jalan-nya. Yang demikian itu Allah telah mewasiatkan kepadamu agar
kalian bertaqwa." (QS: Al An'am 153).
Mudah-mudahan kita termasuk golongan yang selamat!